Jumat, 05 November 2010

bulan

Bulan

Bulan purnama dilihat dari bumi (Belgia).
Bulan adalah satu-satunya satelit alami Bumi, dan merupakan satelit alami terbesar ke-5 di Tata Surya. Bulan tidak mempunyai sumber cahaya sendiri dan cahaya Bulan sebenarnya berasal dari pantulan cahaya Matahari.
Jarak rata-rata Bumi-Bulan dari pusat ke pusat adalah 384.403 km, sekitar 30 kali diameter Bumi. Diameter Bulan adalah 3.474 km,[1] sedikit lebih kecil dari seperempat diameter Bumi. Ini berarti volume Bulan hanya sekitar 2 persen volume Bumi dan tarikan gravitasi di permukaannya sekitar 17 persen daripada tarikan gravitasi Bumi. Bulan beredar mengelilingi Bumi sekali setiap 27,3 hari (periode orbit), dan variasi periodik dalam sistem Bumi-Bulan-Matahari bertanggungjawab atas terjadinya fase-fase Bulan yang berulang setiap 29,5 hari (periode sinodik).
Massa jenis Bulan (3,4 g/cm³) adalah lebih ringan dibanding massa jenis Bumi (5,5 g/cm³), sedangkan massa Bulan hanya 0,012 massa Bumi.
Bulan yang ditarik oleh gaya gravitasi Bumi tidak jatuh ke Bumi disebabkan oleh gaya sentrifugal yang timbul dari orbit Bulan mengelilingi bumi. Besarnya gaya sentrifugal Bulan adalah sedikit lebih besar dari gaya tarik menarik antara gravitasi Bumi dan Bulan. Hal ini menyebabkan Bulan semakin menjauh dari bumi dengan kecepatan sekitar 3,8cm/tahun.
Bulan berada dalam orbit sinkron dengan Bumi, hal ini menyebabkan hanya satu sisi permukaan Bulan saja yang dapat diamati dari Bumi. Orbit sinkron menyebabkan kala rotasi sama dengan kala revolusinya.
Di bulan tidak terdapat udara ataupun air. Banyak kawah yang terhasil di permukaan bulan disebabkan oleh hantaman komet atau asteroid. Ketiadaan udara dan air di bulan menyebabkan tidak adanya pengikisan yang menyebabkan banyak kawah di bulan yang berusia jutaan tahun dan masih utuh. Di antara kawah terbesar adalah Clavius dengan diameter 230 kilometer dan sedalam 3,6 kilometer. Ketidakadaan udara juga menyebabkan tidak ada bunyi dapat terdengar di Bulan.
Bulan adalah satu-satunya benda langit yang pernah didatangi dan didarati manusia. Obyek buatan pertama yang melintas dekat Bulan adalah wahana antariksa milik Uni Sovyet, Luna 1, obyek buatan pertama yang membentur permukaan Bulan adalah Luna 2, dan foto pertama sisi jauh bulan yang tak pernah terlihat dari Bumi, diambil oleh Luna 3, kesemua misi dilakukan pada 1959. Wahana antariksa pertama yang berhasil melakukan pendaratan adalah Luna 9, dan yang berhasil mengorbit Bulan adalah Luna 10, keduanya dilakukan pada tahun 1966.[1] Program Apollo milik Amerika Serikat adalah satu-satunya misi berawak hingga kini, yang melakukan enam pendaratan berawak antara 1969 dan 1972.

Bulan sebagai penanda waktu

Fase bulan pada saat mengelilingi bumi
Bulan purnama adalah keadaan ketika Bulan nampak bulat sempurna dari Bumi. Pada saat itu, Bumi terletak hampir segaris di antara Matahari dan Bulan, sehingga seluruh permukaan Bulan yang diterangi Matahari terlihat jelas dari arah Bumi.
Kebalikannya adalah saat bulan mati, yaitu saat Bulan terletak pada hampir segaris di antara Matahari dan Bumi, sehingga yang 'terlihat' dari Bumi adalah sisi belakang Bulan yang gelap, alias tidak nampak apa-apa.
Di antara kedua waktu itu terdapat keadaan bulan separuh dan bulan sabit, yakni pada saat posisi Bulan terhadap Bumi membentuk sudut tertentu terhadap garis Bumi - Matahari. Pada saat itu, hanya sebagian permukaan Bulan yang disinari Matahari yang terlihat dari Bumi.

Asal usul

Asal - usul bulan tidak diketahui secara pasti, tetapi ilmuan menemukan bukti besar bahwa Bulan berasal dari tubrukan bumi dengan planet kecil yang bernama theira sekitar 3 milyar tahun yang lalu, dan menghasilkan debu yang berjumlah sangat banyak dan mengorbit di sekeliling bumi dan akhirnya debu mengumpul menjadi bulan. Pada awalnya jarak bulan pada pertama kali hanya sekitar 30.000 mil atau 15 kali lebih dekat dari jarak Bulan dengan Bumi sekarang. Dari hasil penelitian Bulan menjauh sekitar 3,8 cm per tahunnya.

merapi

Gunung Merapi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Merapi
Ketinggian 2.968 m (9.737 kaki)
Daftar Ribu, Gunung api Tipe A
Lokasi
Lokasi Klaten, Boyolali, Magelang (Jawa Tengah), Sleman (DI Yogyakarta)
Koordinat 7°32'30" LS 110°26'30" BT
Geologi
Jenis stratovolcano
Letusan terakhir 2010
Merapi (ketinggian puncak 2.968 m dpl, per 2006) adalah gunung berapi di bagian tengah Pulau Jawa dan merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia. Lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten di sisi tenggara. Kawasan hutan di sekitar puncaknya menjadi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi sejak tahun 2004.
Gunung ini sangat berbahaya karena menurut catatan modern mengalami erupsi (puncak keaktifan) setiap dua sampai lima tahun sekali dan dikelilingi oleh pemukiman yang sangat padat. Sejak tahun 1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68 kali. Kota Yogyakarta adalah kota besar terdekat, berjarak sekitar 27 km dari puncaknya, dan masih terdapat desa-desa di lerengnya sampai ketinggian 1700 m dan hanya 4 km jauhnya dari puncak. Gunung ini adalah salah satu dari enam belas gunung api dunia yang termasuk dalam proyek Gunung Api Dekade Ini (Decade Volcanoes).[1]

Gunung Merapi adalah gunung termuda dalam rangkaian gunung berapi yang mengarah ke selatan dari Gunung Ungaran. Gunung ini terletak di zona subduksi Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke bawah Lempeng Eurasia. Puncak yang sekarang ini tidak ditumbuhi vegetasi karena aktivitas vulkanik yang tumbuh di sisi barat daya puncak Batulawang yang lebih tua.[2] Letusan-letusan di daerah tersebut berlangsung sejak 400.000 tahun lalu (kala Pleistosen),[rujukan?] dan sampai 10.000 tahun lalu tipe letusannya adalah efusif (leleran lava). Setelah itu, letusannya juga bersifat eksplosif (ledakan), dengan lava kental yang menimbulkan kubah-kubah lava.
Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar sekitar 10-15 tahun sekali. Letusan-letusan Merapi yang dampaknya besar tercatat di tahun 1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930. Letusan besar pada tahun 1006 membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa diselubungi abu, berdasarkan pengamatan timbunan debu vulkanik.[rujukan?] Diperkirakan, letusan tersebutlah yang menyebabkan pusat Kerajaan Medang (Mataram Kuno) harus berpindah ke Jawa Timur. Letusannya di tahun 1930 menghancurkan tiga belas desa dan menewaskan 1400 orang.[rujukan?]
Letusan bulan November 1994 menyebabkan luncuran awan panas ke bawah hingga menjangkau beberapa desa dan memakan korban 60 jiwa manusia. Letusan 19 Juli 1998 cukup besar namun mengarah ke atas sehingga tidak memakan korban jiwa. Catatan letusan terakhir gunung ini adalah pada tahun 2001-2003 berupa aktivitas tinggi yang berlangsung terus-menerus. Pada tahun 2006 Gunung Merapi kembali beraktivitas tinggi dan sempat menelan dua nyawa sukarelawan di kawasan hulu Kali Bebeng karena terkena terjangan awan panas. Rangkaian letusan pada bulan Oktober dan November 2010 dievaluasi sebagai yang terbesar selama 100 tahun terakhir, mengancam 32 desa[3] dan memakan korban nyawa lebih daripada 100 orang (angka masih dapat berubah), meskipun pengamatan terhaedap Merapi telah sangat intensif dan manajemen pengungsian telah berfungsi relatif baik.

2006

Di bulan April dan Mei 2006, mulai muncul tanda-tanda bahwa Merapi akan meletus kembali, ditandai dengan gempa-gempa dan deformasi. Pemerintah daerah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta sudah mempersiapkan upaya-upaya evakuasi. Instruksi juga sudah dikeluarkan oleh kedua pemda tersebut agar penduduk yang tinggal di dekat Merapi segera mengungsi ke tempat-tempat yang telah disediakan.
Pada tanggal 15 Mei 2006 akhirnya Merapi meletus. Lalu pada 4 Juni, dilaporkan bahwa aktivitas Gunung Merapi telah melampaui status awas. Kepala BPPTK Daerah Istimewa Yogyakarta, Ratdomo Purbo menjelaskan bahwa sekitar 2-4 Juni volume lava di kubah Merapi sudah mencapai 4 juta meter kubik - artinya lava telah memenuhi seluruh kapasitas kubah Merapi sehingga tambahan semburan lava terbaru akan langsung keluar dari kubah Merapi.
1 Juni, Hujan abu vulkanik dari luncuran awan panas Gunung Merapi yang lebat, tiga hari belakangan ini terjadi di Kota Magelang dan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Muntilan sekitar 14 kilometer dari Puncak Merapi, paling merasakan hujan abu ini. [4]
8 Juni, Gunung Merapi pada pukul 09:03 WIB meletus dengan semburan awan panas yang membuat ribuan warga di wilayah lereng Gunung Merapi panik dan berusaha melarikan diri ke tempat aman. Hari ini tercatat dua letusan Merapi, letusan kedua terjadi sekitar pukul 09:40 WIB. Semburan awan panas sejauh 5 km lebih mengarah ke hulu Kali Gendol (lereng selatan) dan menghanguskan sebagian kawasan hutan di utara Kaliadem di wilayah Kabupaten Sleman. [5]

2010

Peningkatan status dari "normal aktif" menjadi "waspada" pada tanggal 20 September 2010 direkomendasi oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta. Setelah sekitar satu bulan, pada tanggal 21 Oktober status berubah menjadi "siaga" sejak pukul 18.00 WIB. Pada tingkat ini kegiatan pengungsian sudah harus dipersiapkan. Karena aktivitas yang semakin meningkat, ditunjukkan dengan tingginya frekuensi gempa multifase dan gempa vulkanik, sejak pukul 06.00 WIB tangggal 25 Oktober BPPTK Yogyakarta merekomendasi peningkatan status Gunung Merapi menjadi "awas" dan semua penghuni wilayah dalam radius 10 km dari puncak harus dievakuasi dan diungsikan ke wilayah aman.
Erupsi pertama terjadi sekitar pukul 17.02 WIB tanggal 26 Oktober. Sedikitnya terjadi hingga tiga kali letusan. Letusan menyemburkan material vulkanik setinggi kurang lebih 1,5 km dan disertai keluarnya awan panas yang menerjang ke Kaliadem, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman.[6] 27 Oktober, Gunung Merapi pun meletus. Dari sekian lama penelitian gunung teraktif di dunia ini pun meletus. 28 Oktober, Gunung Merapi memuntahkan Lava pijar yang muncul hampir bersamaan dengan keluarnya awan panas pada pukul 19.54 WIB. [7]
Letusan terbesar diawali pada pagi hari Kamis, 4 November 2010, menghasilkan kolom awan setinggi 4 km dan semburan awan panas ke berbagai arah di kaki Merapi. Selanjutnya, sejak sekitar pukul tiga siang hari terjadi letusan yang tidak henti-hentinya hingga malam hari dan mencapai puncaknya pada dini hari Jumat 5 November 2010. Rangkaian letusan ini serta suara gemuruh terdengar hingga Kota Yogyakarta (jarak sekitar 27 km dari puncak), Kota Magelang, dan pusat Kabupaten Wonosobo (jarak 50 km). Hujan kerikil dan pasir mencapai Kota Yogyakarta bagian utara, sedangkan hujan abu vulkanik pekat melanda hingga Purwokerto dan Cilacap. Pada siang harinya, debu vulkanik diketahui telah mencapai Tasikmalaya, Bandung,[8] dan Bogor.[9]
Bahaya sekunder berupa aliran lahar dingin juga mengancam kawasan lebih rendah setelah pada tanggal 4 November terjadi hujan deras di sekitar puncak Merapi. Pada tanggal 5 November Kali Code, yang menampung aliran Kali Gendol, di kawasan Kota Yogyakarta dinyatakan berstatus "awas" (red alert). [10]

Rute pendakian

Gunung Merapi merupakan obyek pendakian yang populer. karena gunung ini merupakan gunung yang sangat mempesona. Jalur pendakian yang paling umum dan dekat adalah melalui sisi utara dari Sèlo, satu kecamatan di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, yang terletak di antara Gunung Merapi dan Gunung Merbabu. Pendakian melalui Selo memakan waktu rata-rata 5 jam hingga ke puncak.
Jalur populer lain adalah melalui Kaliurang, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Yogyakarta di sisi selatan. Jalur ini lebih terjal dan memakan waktu sekitar 6-7 jam hingga ke puncak. Jalur alternatif yang lain adalah melalui sisi barat laut, dimulai dari Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah dan melalui sisi tenggara, dari arah Deles, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

astronom

Astronom

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Galileo dianggap sebagai bapak astronomi modern
Astronom adalah seseorang yang mencurahkan waktunya dalam kegiatan astronomi, dan memberikan sumbangan pada perkembangan ilmu astronomi.
Ada hal yang membedakan astronom dari ilmuwan di bidang pengetahuan lain. Astronom tidak dapat menyentuh benda yang menjadi obyek penelitiannya karena letaknya yang sangat jauh dan tidak dapat melakukan percobaan terhadap obyek tersebut. Namun ada penghubung antara astronom dan obyek-obyek astronomi tersebut, yaitu berupa pancaran energi. Tugas astronom adalah mengolah dan menafsirkan informasi yang dibawa oleh pancaran energi dari obyek-obyek astronomis tersebut.[1]
Astronom terbagi menjadi dua kategori besar, yaitu astronom profesional, dan astronom amatir.

hukum kepler

Hukum Gerakan Planet Kepler


Langsung ke: navigasi, cari
Figure 1: Illustration of Kepler's three laws with two planetary orbits. (1) The orbits are ellipses, with focal points ƒ1 and ƒ2 for the first planet and ƒ1 and &>. (2) The two shaded sectors A1 and A2 have the same surface area and the time for planet 1 to cover segment A1 is equal to the time to cover segment A2. (3) The total orbit times for planet 1 and planet 2 have a ratio a13/2 : a23/2.
Di dalam astronomi, tiga Hukum Gerakan Planet Kepler adalah:
  • Setiap planet bergerak dengan lintasan elips, matahari berada di salah satu fokusnya.
  • Luas daerah yang disapu pada selang waktu yang sama akan selalu sama.
  • Perioda kuadrat suatu planet berbanding dengan pangkat tiga jarak rata-ratanya dari matahari.
Ketiga hukum diatas ditemukan oleh ahli matematika dan astronomi Jerman: Johannes Kepler (1571–1630), yang menjelaskan gerakan planet di dalam tata surya. Hukum di atas menjabarkan gerakan dua benda yang saling mengorbit.
Karya Kepler didasari oleh data observasi Tycho Brahe, yang diterbitkannya sebagai 'Rudolphine tables'. Sekitar tahun 1605, Kepler menyimpulkan bahwa data posisi planet hasil observasi Brahe mengikuti rumusan matematika cukup sederhana yang tercantum di atas.
Hukum Kepler mempertanyakan kebenaran astronomi dan fisika warisan zaman Aristoteles dan Ptolemaeus. Ungkapan Kepler bahwa Bumi beredar sekeliling, berbentuk elips dan bukannya epicycle, dan membuktikan bahwa kecepatan gerak planet bervariasi, merubah astronomi dan fisika. Hampir seabad kemudian, Isaac Newton mendeduksi Hukum Kepler dari rumusan hukum karyanya, hukum gerak dan hukum gravitasi Newton, dengan menggunakan Euclidean geometri klasik.
Pada era modern, hukum Kepler digunakan untuk aproksimasi orbit satelit dan benda-benda yang mengorbit matahari, yang semuanya belum ditemukan pada saat Kepler hidup (contoh: planet luar dan asteroid). Hukum ini kemudian diaplikasikan untuk semua benda kecil yang mengorbit benda lain yang jauh lebih besar, walaupun beberapa aspek seperti gesekan atmosfer (contoh: gerakan di orbit rendah), atau relativitas (contoh: prosesi preihelion merkurius), dan keberadaan benda lainnya dapat membuat hasil hitungan tidak akurat dalam berbagai keperluan.